Dusta dan Luka ( DSB Chapter 2 )
Tiga tahun sudah kujalani hubungan yang sering kali membuatnya ragu, wajar saja LDR menghantarkan kita kedalam ruang sendu yang sering kali menyapa rindu. Hingga akhirnya ruang sendu itu kini telah menciptakan tepi bahagia saat telah kusematkan cincin indah di jari manis Putri sebagai tanda pertunangan kami.
Setelah acara usai keluarga ku mohon diri untuk pulang, belum sampai ku melangkahkan kakiku Putri menahan tanganku seraya tersenyum kemudian lirih berkata "terimakasih ya kapten, kau telah menghapus semua ragu."
"Seandainya tiga tahun lalu kau tidak menyusup ke bilik mengemudiku mungkin aku takkan sebahagia seperti halnya malam ini tuan Putri." Jawabku mewakili kata hatiku.
" Jika kita jodoh, kita tetap akan ketemu meskipun aku tak masuk ruangan mu Aldy." Jawabnya menerangkan
"Iya kau benar, tapi dengan tingkah mu dulu kau mempermudah semuanya penyusup hahaha." Gurauku seraya menarik ujung hijabnya.
"Hey.. kerudung ku bisa lepas tau." Responnya pura- pura ngambek lalu disusul dengan tawa kami.
"Aldy!!mau sampai kapan kamu ngobrol disitu?apa mau ditinggal aja?" Suara ayah dari dalam mobil disusul suara tawa anggota keluarga ku.
"Iya yah sebentar." Sahutku pada ayah
" Sayang aku pulang dulu ya, habis ini istirahat ya. Om, Tante Aldy pamit pulang dulu.Assallamu'allaikum." pamitku pada Putri dan keluarga nya
"Wallaikumsallam, hati-hati nak Aldy." Sahut Tante Cantika mamanya Putri. Aku lekas menuju mobil yang sedari tadi sudah ditunggu Ayah. Ketika aku mulai duduk Ayah dan anggota keluarga yang lain mendehem- dehem dengan meledekku dengan canda tawa mereka. Aku hanya diam dan tersenyum-senyum sendiri.
Mobil kami pun melaju ditemankan mendung yang menggantung di angkasa dan tak lama rintik hujan mulai merayap di jendela mobilku. Sungguh nyatanya hujan selalu mampu menerjemahkan ceritaku. Aku akhirnya sampai di kamarku dan kembali ke bilik sepiku, meskipun sepi namun nyaman. Kulihat jam telah menunjukkan pukul 22.30 dan dari jendela kulihat hujan kian mengalunkan nada cinta di tepi bahagia lalu akupun terlelap.
Pagi yang cerah secerah harapan yang tertata di rak keinginan manusia. Rapi dan indahnya tergantung pintalan takdir sang pencipta, karena pada dasarnya manusia hanya bisa berencana.
Hari ini hari terakhir aku cuti dan besok aku harus kembali berlayar dan bersahabat dengan ombak.
"Mau kemana acaramu hari ini Al?" Tanya kakakku yang mengagetkan lamunanku
"Kayaknya nanti mau kerumah Putri kak. Besok kan balik kerja juga." Jawabku
"Disamperin mulu. Awas bosen lo." Ledek kak Cika
"Apaan sih kak." Responku datar
"Eh Al... ( Ting tong .. Ting tong ) perkataan kak Cika terpotong, " siapa ya." Lanjutnya tanpa meminta jawaban lalu pergi membuka pintu. Ku amati terlihat pemuda seumur ku mengenakan topi berada di depan pintu dan bercakap dengan kak Cika. Kupikir ia tukang yang akan membetulkan pompa air yang rusak. Ku kembali ke kamarku lalu menata perlengkapan- perlengkapan yang ku perlukan untuk kembali berlayar besok. Setelah semua selesai ku tengok jam menunjukkan pukul 10.45 dan ku ambil ponselku lalu kukirim chat pada Putri.
" Sayang, kujemput ya." Tulisku
Belum ada jawaban , ku bersiap diri untuk pergi tak lama ponselku berdering yang tak lain dan tak bukan Putri.
" Mau kemana?". Balasnya singkat
" Ya kita keluar jalan, besok aku berangkat kerja lagi." Balasku
"Oh oke" balasnya lagi
Ku berfikir akan mengendarai motor klasik ku saja, karena aku tau si Putri tidak pernah suka naik mobil jika hanya berdua. Ku ingat saat pertama kali ku mengajaknya jalan sewaktu dia bertugas di Tarakan.
Katanya " berjalan kaki jauh lebih menyenangkan ketimbang memenuhi udara dengan polutan."
"Mana mungkin aku jalan kaki jaraknya jauh" protesku dan kulihat dia tersenyum dan berkata sambil tertawa "hehehe sebenarnya aku gampang mabuk kendaraan kalau naik mobil. lain kali naik motor sederhana saja ya" ungkapannya sontak membuatku tertawa dan diapun membalasnya dengan tawa pula. Ingatkan itu selalu membuatku rindu .
"Aldy jadi kerumah Putri?" Tanya kak Cika yang membuat ku tersadar dari lamunanku.
" Iya ini mau berangkat." Jawabku sambil mengambil jaket dan helm lalu langsung saja ku tarik stang gas motor ku menyusuri jalanan. Dibutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai di rumah Putri. Dan pada akhirnya motorku berhenti di depan rumahnya.
"Assalamualaikum." Kataku sambil mengetok pintu
"Wallaikumsallam." Sahut seseorang dari dari dalam dan suaranya yang sangat ku kenal. Benar saja Putri yang membukakan pintu dan diapun tersenyum dengan manisnya.
"Cari siapa?" Tanyanya dengan cekikikan tertawa
"Oh.. mbaknya yang pesan grab??" Balas gurauku
"Ok duduklah. Biar aku bersiap-siap dulu." Perintahnya padaku untuk duduk di kursi yang ada di teras. Tak perlu menjawab akupun duduk di kursi yang ia maksud dan ia pergi bersiap-siap. Tak butuh waktu lama ia pun sudah siap dan kembali menyapaku.
"Hey.. bagaimana menurutmu?" Katanya sambil bergaya ala model, akupun tersenyum dan menjawab "terlihat sama saja." Kataku belagak cuek, ia pun memercingkan wajahnya lalu kulanjutkan perkataan ku " tetap sama-sama cantiknya." Sembari ku barengi dengan senyum.
Diapun membalas dengan senyum.
"Ya udah, ayo berangkat." Anaknya
"Om sama Tante mana? Kan belum pamit." Tanyaku
"Oh mama sama papa keluar ngantar si dedek mau ada study campus." Jawabnya
"Tadi sudah pamit mau keluar?" Tanyaku
"Sudah ." Jawabnya singkat.
"Ya udah ayo.!" Ajakku sambil menyodorkan helm untuknya.
"Bismillahirrahmanirrahim.. ayo." Jawabnya sembari mulai menaiki motor. Diatas motor tak banyak yang kita bicarakan, hanya sekali dua kali saja. Motorku terus melaju menyusuri jalanan kota, masih belum tau kemana arah tujuanku, karena pada dasarnya aku hanya suka berkeliling mengenakan motor. Di sepanjang perjalanan memang tak banyak kata namun moments seperti itu adalah moments yang membuatku merasa paling dekat dengan dia.
"Itu ada kafe, mampir situ aja yuk Put." Kataku memecahkan keheningan diantara kami dan menunjuk sebuah cafe sebelah kanan jalan setelah perempatan lampu merah.
"Iya, kan Putri ngikut apa kata supir." Katanya sembari ngajak bercanda.
"Ok" sahutku seraya mengarahkan motorku ke tempat itu. Setelah parkir langsung saja aku mengajak nya masuk dan duduk di dekat meja kasir kemudian memesan.
"Besok jadi balik?" Tanya Putri sedikit tidak bersemangat.
"Iya, sayang. Kenapa?" Tanyaku
"Gak kok gak ada apa-apa kok Al." Tepisnya
"Gak ada apa-apa kok manyun." Ledekku
"Entahlah Al, aku sedikit bosan dengan jarak." Paparnya
"Putri.. apa yang kamu pikirkan?" Tanyaku
"Aku hanya takut." Gerutunya sangat lirih
"Hey.. jangan takut. Aku bekerja kan untukmu juga nantinya." Jelas ku dan dia hanya diam.
"Ya udah, ayo makan." Kataku lagi
"Iya" responnya singkat
Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara kami, akupun tidak tau apa yang ia pikirkan dan ku putuskan kembali mengantarnya pulang. Dan sama sekali tidak ada percakapan diantara kami sampai malam sekalipun itu lewat pesan singkat. Entahlah wanita itu memang sulit dimengerti.
Keesokan harinya aku telah siap untuk berangkat, dan si Putri sama sekali tidak menghubungiku. kukirimi dia pesan singkat di whatWhat " aku berangkat."
Nampaknya ia memang tak ingin membalasnya, entah karena apa aku bingung.
"Sudahlah" batinku sedikit emosi. Lekas ku ambil koperku dan keluar kamar menuju ruang makan yang rupanya sudah ditunggu untuk sarapan.
"Sudah siap Al?" Tanya ayah yang melihatku berdiri di antara ruang tengah dan ruang makan.
"Sudah yah." Jawabku loyo
"Kok loyo sih, ayo sini makan dulu." Ajak kak Cika.
Aku berjalan menuju meja dan duduk di depan ayah. Ku perhatikan ada yang aneh dengan menu hari ini.
"Kakak masak?" Tanyaku yang penasaran melihat begitu banyak masakan.
"Enggak." Jawabnya singkat
"Terus kok banyak?" Aku masih bertanya yang membuat kak Cika sedikit kesal
"Sudah makan aja banyak nanya kamu." Kata kak Cika dan aku hanya tersenyum
Ku mulai makan hidangan nya sesuap dua suap.
" Itu lo yang masak." Kata ayah sembari melihat ke arah dapur dan akupun tercengang si Putri berjalan dari arah dapur mendekati meja makan sembari membawa baki minuman dan tersenyum padaku.
"Kau disini? Kukira kau marah." Kataku padanya
"Tidak. Sudah makanlah." Jawabnya lalu aku memintanya untuk bergabung makan bersama kami. Setelah semua selesai akupun berpamitan pada semua.
Satu bulan , dua bulan semua masih seperti berjalan seperti biasanya hingga pada akhirnya bulan ketiga ada seorang awak kapal baru ditugaskan bergabung dengan tim ku, dia sangat cantik dan tubuhnya sangat proporsional . Banyak awak kapal lain yang tertarik padanya apalagi dengan gaya berpakaian nya yang trendi membuatnya semakin mempesona. Meskipun begitu aku sama sekali belum tertarik berkenalan dengannya.
Pagi itu aku melihat kabin mengemudiku sangat kotor dan kusuruh salah seorang awak kebersihan untuk membersihkannya dan kusuruh awak yang lain memeriksa keamanan mesin sebelum berlayar. Saat awak kapal yang lain sedang asyik dengan tugas mereka kuputuskan untuk membantu melihat mesin apakah aman atau tidak, ketika aku berjalan menuju mesin bajuku tersangkut di pegangan tangga sehingga kancing bajuku terlepas dan ada yang jatuh.
"Menyebalkan sekali." Gerutunya pagi itu sembari memunguti kancing bajuku yang jatuh. Akupun bergegas menuju kabinku untuk mengganti bajuku. Setelahnya aku duduk dan mulai menjahit kancing yang lepas. Tiba-tiba ada suara seorang wanita di kabin ini
"Permisi kapten. Boleh saya memberikan tempat ini?" Tanyanya
Tanpa aku melihat kearahnya aku menjawab dengan singkat " silahkan"
Aku masih sibuk dengan si kancing baju yang menyebalkan itu. Dan awak kapal wanita itu entah membersihkan dari sisi mana aku tak memperdulikan nya. Hingga pada akhirnya ...
"Aaaaiiihh" teriakku ketika ada yang menyenggol ku dan jarum jahitku mengenai jemariku sehingga terluka.
"Maaf maafkan saya kapten. Maafkan saya." Kata awak wanita itu
"Tak apa." Kataku sambil meringis kesakitan
"Biar saya bantu mengobatinya kapten." Katanya
"Tidak, terimakasih aku ada kotak P3K biar ku bersihkan sendiri." Kataku sambil mencari perekat luka namun tak kutemukan.
"Sial" batinku. Ku lihat wanita itu masih di kabin ini dan masih membersihkan celah-celah yang kotor.
"Hey apa kau punya perekat luka?" Tanyaku
"Ada kapten, biar saya bantu pasangkan." Katanya sambil berjalan ke arahku dan mulai merekatkan plaster perekat luka di jemariku. Ku perhatikan wajahnya ya memang sangat ayu, pantas saja semua awak kapal tertarik padanya. Dan entah kenapa pandangan ku pun tak mau lepas darinya.
"Kau karyawan baru?" Tanyaku dan wanita itu hanya mengangguk
"Siapa namamu?" Tanyaku lagi
"Nama saya Dinda kapten," jawabnya
"Panggil saja aku Aldy ." Kataku
Perbincangan demi perbincangan pun terus terjadi hingga jam telah menunjukkan waktu berlayar. Pikirkan ku terus terngiang-ngiang oleh suara Dinda dan entah mengapa mataku selalu tak mampu lepas darinya.
Di setiap kesempatan selalu kugunakan itu untuk bersenda gurau dengannya. Di dermaga di kapal aku selalu bersamanya. Hingga pada akhirnya terjalin kedekatan diantara kami selama berbulan-bulan.
"Aldy.. gimana kabar kamu?" Pesan dari Putri. "Baik" jawabku sangat singkat
"Kamu baik-baik saja kan. Soalnya sudah 3 bulan ini lo kamu gk kasih kabar." Balasnya
"Aku baik-baik saja kok. Lg sibuk soalnya. Udah dulu ya." Pungkasku . Ketika aku sedang membalas pesan Putri tiba-tiba Dinda mengagetkan.
"Siapa sih ? Serius amat. Tunanganmu ya?" Tanyanya
"Haha sudah lah beb biarin aja." Jawabku
Berbulan-bulan aku menjalani kedekatan dengan Dinda hingga membuatku lupa dengan Putri yang statusnya adalah Tunanganku .
Jam menunjukkan pukul 16.00 aku masih duduk bersantai. Semua kapal dilarang untuk berlayar karena cuaca sangat buruk. Ombak bergulung- gulung tinggi. Tak ada kegiatan apapun.
" Jalan-jalan jalan yuk bosen nih beb." Ajak Dinda
"Ayo lama juga gk jalan." Kataku pertanda setuju. Setelah berkeliling kesana-kemari , beli ini beli itu akhirnya aku dan Dinda beristirahat di sebuah taman kota yang lumayan romantis lah suasananya. Aku dan Dinda bercanda tawa dengan sangat mesra.
Berbincang kesana kemari, merayu kesana kemari seolah dunia hanya milik berdua.
"Tunggu dulu ya aku mau ke toilet dulu ya." Kataku pada Dinda
"Jangan lama-lama." Balasnya
Aku langsung menuju toilet yang tak jauh dari situ.
15 menit kemudian aku keluar dan melihat Dinda sedang berbincang dengan seorang wanita berhijab yang sepertinya masih seusia kami. Etahlah karena cahaya lampu sedikit redup dan wanita itu membelakangi pandanganku jadi tidak begitu jelas.
" Siapa sayang?" Tanyaku pada Dinda
Dinda dan wanita itu berpaling ke arahku dan sontak membuatku kaget bukan main.
"Putri???" Kataku sedikit panik.
"Lho jadi kalian sudah kenal???. Putri ini Pacarku Aldy." Terang Dinda
"Jadi Dinda ini pacarmu Al?" Tanya Putri kepadaku dengan nada yang berat. Aku seolah tak mampu berkata- kata lagi melihat Putri bertanya dengan mata penuh air mata. Pandangan nya seolah penuh kekecewaan. Lalu kulihat dia berpaling dan menatap Dinda dan berkata
"Dinda Aldy pacarmu ini adalah Tunanganku juga." Kata-katanya semakin lemah
"Ohh pantas saja dia jauh lebih memilih ku, karena aku jauh lebih cantik ketimbang dirimu." Hardik Dinda pada Putri yang membuatku kaget.
"Apa maksudmu?" Tanya Putri yang tak sanggup menahan air matanya lagi
" Iya dari SMA aku gak suka sama kamu Put, semua menyanjung- nyanjungmu bahwa sampai di bangku kuliah semua tetap mengelu- elukanmu . Begini Put rasanya gak enak itu." Lanjut Dinda dengan kasarnya yang meluapkan dendamnya
" Asal kamu tau ya Din, hidup ku gak seenak apa yang kau pikirkan. Kamu gak tau bagaimana perjuangan ku hingga sampai di titik ini." Tegasnya dengan Isak tangis
" Semoga kalian bahagia." Lanjutnya dengan pandangan ke arahku lalu ia pergi meninggalkan kami.
Sewaktu mau ku kejar dia tanganku ditahan oleh Dinda. Tak ku perdulikan tahanannya dan ku hempasan tangannya lalu aku berlari mengejar Putri dengan rasa bersalah yang amat sangat disertai penyesalan yang dalam.
"Putri.." kataku sembari menyambar tangannya
" Mau apa lagi?" Tanyanya penuh kekecewaan
"Maafkan aku. Aku tak ingin kehilanganmu." Kataku
"Seharusnya kau memikirkan itu sebelumnya Al. Sekarang terserah kau. Hanya saja aku saat ini hanya ingin sendiri." Kata-katanya membuatku hancur.
Putri pun pergi dan aku diam didalam gelap dan kehancuran. Jiwaku dipenuhi kegelisahan dan penuh penyesalan.
Ini akibatnya menyentuh sesuatu yang tak seharusnya kusentuh sebelumnya.
Esoknya aku segera pulang tak perduli jadwal pelayanan, yang ku pikirkan saat ini aku tak mau kehilangan Putri. Kujelaskan semuanya dan aku memohon maaf atas khilafku. Dan pada akhirnya Putri mau memaafkan ku meski ia masih terluka.
Baca juga
Dermaga Saksi Bisu (DSB Chapter 1)
Mobil kami pun melaju ditemankan mendung yang menggantung di angkasa dan tak lama rintik hujan mulai merayap di jendela mobilku. Sungguh nyatanya hujan selalu mampu menerjemahkan ceritaku. Aku akhirnya sampai di kamarku dan kembali ke bilik sepiku, meskipun sepi namun nyaman. Kulihat jam telah menunjukkan pukul 22.30 dan dari jendela kulihat hujan kian mengalunkan nada cinta di tepi bahagia lalu akupun terlelap.
Pagi yang cerah secerah harapan yang tertata di rak keinginan manusia. Rapi dan indahnya tergantung pintalan takdir sang pencipta, karena pada dasarnya manusia hanya bisa berencana.
Hari ini hari terakhir aku cuti dan besok aku harus kembali berlayar dan bersahabat dengan ombak.
"Mau kemana acaramu hari ini Al?" Tanya kakakku yang mengagetkan lamunanku
"Kayaknya nanti mau kerumah Putri kak. Besok kan balik kerja juga." Jawabku
"Disamperin mulu. Awas bosen lo." Ledek kak Cika
"Apaan sih kak." Responku datar
"Eh Al... ( Ting tong .. Ting tong ) perkataan kak Cika terpotong, " siapa ya." Lanjutnya tanpa meminta jawaban lalu pergi membuka pintu. Ku amati terlihat pemuda seumur ku mengenakan topi berada di depan pintu dan bercakap dengan kak Cika. Kupikir ia tukang yang akan membetulkan pompa air yang rusak. Ku kembali ke kamarku lalu menata perlengkapan- perlengkapan yang ku perlukan untuk kembali berlayar besok. Setelah semua selesai ku tengok jam menunjukkan pukul 10.45 dan ku ambil ponselku lalu kukirim chat pada Putri.
" Sayang, kujemput ya." Tulisku
Belum ada jawaban , ku bersiap diri untuk pergi tak lama ponselku berdering yang tak lain dan tak bukan Putri.
" Mau kemana?". Balasnya singkat
" Ya kita keluar jalan, besok aku berangkat kerja lagi." Balasku
"Oh oke" balasnya lagi
Ku berfikir akan mengendarai motor klasik ku saja, karena aku tau si Putri tidak pernah suka naik mobil jika hanya berdua. Ku ingat saat pertama kali ku mengajaknya jalan sewaktu dia bertugas di Tarakan.
Katanya " berjalan kaki jauh lebih menyenangkan ketimbang memenuhi udara dengan polutan."
"Mana mungkin aku jalan kaki jaraknya jauh" protesku dan kulihat dia tersenyum dan berkata sambil tertawa "hehehe sebenarnya aku gampang mabuk kendaraan kalau naik mobil. lain kali naik motor sederhana saja ya" ungkapannya sontak membuatku tertawa dan diapun membalasnya dengan tawa pula. Ingatkan itu selalu membuatku rindu .
"Aldy jadi kerumah Putri?" Tanya kak Cika yang membuat ku tersadar dari lamunanku.
" Iya ini mau berangkat." Jawabku sambil mengambil jaket dan helm lalu langsung saja ku tarik stang gas motor ku menyusuri jalanan. Dibutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai di rumah Putri. Dan pada akhirnya motorku berhenti di depan rumahnya.
"Assalamualaikum." Kataku sambil mengetok pintu
"Wallaikumsallam." Sahut seseorang dari dari dalam dan suaranya yang sangat ku kenal. Benar saja Putri yang membukakan pintu dan diapun tersenyum dengan manisnya.
"Cari siapa?" Tanyanya dengan cekikikan tertawa
"Oh.. mbaknya yang pesan grab??" Balas gurauku
"Ok duduklah. Biar aku bersiap-siap dulu." Perintahnya padaku untuk duduk di kursi yang ada di teras. Tak perlu menjawab akupun duduk di kursi yang ia maksud dan ia pergi bersiap-siap. Tak butuh waktu lama ia pun sudah siap dan kembali menyapaku.
"Hey.. bagaimana menurutmu?" Katanya sambil bergaya ala model, akupun tersenyum dan menjawab "terlihat sama saja." Kataku belagak cuek, ia pun memercingkan wajahnya lalu kulanjutkan perkataan ku " tetap sama-sama cantiknya." Sembari ku barengi dengan senyum.
Diapun membalas dengan senyum.
"Ya udah, ayo berangkat." Anaknya
"Om sama Tante mana? Kan belum pamit." Tanyaku
"Oh mama sama papa keluar ngantar si dedek mau ada study campus." Jawabnya
"Tadi sudah pamit mau keluar?" Tanyaku
"Sudah ." Jawabnya singkat.
"Ya udah ayo.!" Ajakku sambil menyodorkan helm untuknya.
"Bismillahirrahmanirrahim.. ayo." Jawabnya sembari mulai menaiki motor. Diatas motor tak banyak yang kita bicarakan, hanya sekali dua kali saja. Motorku terus melaju menyusuri jalanan kota, masih belum tau kemana arah tujuanku, karena pada dasarnya aku hanya suka berkeliling mengenakan motor. Di sepanjang perjalanan memang tak banyak kata namun moments seperti itu adalah moments yang membuatku merasa paling dekat dengan dia.
"Itu ada kafe, mampir situ aja yuk Put." Kataku memecahkan keheningan diantara kami dan menunjuk sebuah cafe sebelah kanan jalan setelah perempatan lampu merah.
"Iya, kan Putri ngikut apa kata supir." Katanya sembari ngajak bercanda.
"Ok" sahutku seraya mengarahkan motorku ke tempat itu. Setelah parkir langsung saja aku mengajak nya masuk dan duduk di dekat meja kasir kemudian memesan.
"Besok jadi balik?" Tanya Putri sedikit tidak bersemangat.
"Iya, sayang. Kenapa?" Tanyaku
"Gak kok gak ada apa-apa kok Al." Tepisnya
"Gak ada apa-apa kok manyun." Ledekku
"Entahlah Al, aku sedikit bosan dengan jarak." Paparnya
"Putri.. apa yang kamu pikirkan?" Tanyaku
"Aku hanya takut." Gerutunya sangat lirih
"Hey.. jangan takut. Aku bekerja kan untukmu juga nantinya." Jelas ku dan dia hanya diam.
"Ya udah, ayo makan." Kataku lagi
"Iya" responnya singkat
Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara kami, akupun tidak tau apa yang ia pikirkan dan ku putuskan kembali mengantarnya pulang. Dan sama sekali tidak ada percakapan diantara kami sampai malam sekalipun itu lewat pesan singkat. Entahlah wanita itu memang sulit dimengerti.
Keesokan harinya aku telah siap untuk berangkat, dan si Putri sama sekali tidak menghubungiku. kukirimi dia pesan singkat di whatWhat " aku berangkat."
Nampaknya ia memang tak ingin membalasnya, entah karena apa aku bingung.
"Sudahlah" batinku sedikit emosi. Lekas ku ambil koperku dan keluar kamar menuju ruang makan yang rupanya sudah ditunggu untuk sarapan.
"Sudah siap Al?" Tanya ayah yang melihatku berdiri di antara ruang tengah dan ruang makan.
"Sudah yah." Jawabku loyo
"Kok loyo sih, ayo sini makan dulu." Ajak kak Cika.
Aku berjalan menuju meja dan duduk di depan ayah. Ku perhatikan ada yang aneh dengan menu hari ini.
"Kakak masak?" Tanyaku yang penasaran melihat begitu banyak masakan.
"Enggak." Jawabnya singkat
"Terus kok banyak?" Aku masih bertanya yang membuat kak Cika sedikit kesal
"Sudah makan aja banyak nanya kamu." Kata kak Cika dan aku hanya tersenyum
Ku mulai makan hidangan nya sesuap dua suap.
" Itu lo yang masak." Kata ayah sembari melihat ke arah dapur dan akupun tercengang si Putri berjalan dari arah dapur mendekati meja makan sembari membawa baki minuman dan tersenyum padaku.
"Kau disini? Kukira kau marah." Kataku padanya
"Tidak. Sudah makanlah." Jawabnya lalu aku memintanya untuk bergabung makan bersama kami. Setelah semua selesai akupun berpamitan pada semua.
Satu bulan , dua bulan semua masih seperti berjalan seperti biasanya hingga pada akhirnya bulan ketiga ada seorang awak kapal baru ditugaskan bergabung dengan tim ku, dia sangat cantik dan tubuhnya sangat proporsional . Banyak awak kapal lain yang tertarik padanya apalagi dengan gaya berpakaian nya yang trendi membuatnya semakin mempesona. Meskipun begitu aku sama sekali belum tertarik berkenalan dengannya.
Pagi itu aku melihat kabin mengemudiku sangat kotor dan kusuruh salah seorang awak kebersihan untuk membersihkannya dan kusuruh awak yang lain memeriksa keamanan mesin sebelum berlayar. Saat awak kapal yang lain sedang asyik dengan tugas mereka kuputuskan untuk membantu melihat mesin apakah aman atau tidak, ketika aku berjalan menuju mesin bajuku tersangkut di pegangan tangga sehingga kancing bajuku terlepas dan ada yang jatuh.
"Menyebalkan sekali." Gerutunya pagi itu sembari memunguti kancing bajuku yang jatuh. Akupun bergegas menuju kabinku untuk mengganti bajuku. Setelahnya aku duduk dan mulai menjahit kancing yang lepas. Tiba-tiba ada suara seorang wanita di kabin ini
"Permisi kapten. Boleh saya memberikan tempat ini?" Tanyanya
Tanpa aku melihat kearahnya aku menjawab dengan singkat " silahkan"
Aku masih sibuk dengan si kancing baju yang menyebalkan itu. Dan awak kapal wanita itu entah membersihkan dari sisi mana aku tak memperdulikan nya. Hingga pada akhirnya ...
"Aaaaiiihh" teriakku ketika ada yang menyenggol ku dan jarum jahitku mengenai jemariku sehingga terluka.
"Maaf maafkan saya kapten. Maafkan saya." Kata awak wanita itu
"Tak apa." Kataku sambil meringis kesakitan
"Biar saya bantu mengobatinya kapten." Katanya
"Tidak, terimakasih aku ada kotak P3K biar ku bersihkan sendiri." Kataku sambil mencari perekat luka namun tak kutemukan.
"Sial" batinku. Ku lihat wanita itu masih di kabin ini dan masih membersihkan celah-celah yang kotor.
"Hey apa kau punya perekat luka?" Tanyaku
"Ada kapten, biar saya bantu pasangkan." Katanya sambil berjalan ke arahku dan mulai merekatkan plaster perekat luka di jemariku. Ku perhatikan wajahnya ya memang sangat ayu, pantas saja semua awak kapal tertarik padanya. Dan entah kenapa pandangan ku pun tak mau lepas darinya.
"Kau karyawan baru?" Tanyaku dan wanita itu hanya mengangguk
"Siapa namamu?" Tanyaku lagi
"Nama saya Dinda kapten," jawabnya
"Panggil saja aku Aldy ." Kataku
Perbincangan demi perbincangan pun terus terjadi hingga jam telah menunjukkan waktu berlayar. Pikirkan ku terus terngiang-ngiang oleh suara Dinda dan entah mengapa mataku selalu tak mampu lepas darinya.
Di setiap kesempatan selalu kugunakan itu untuk bersenda gurau dengannya. Di dermaga di kapal aku selalu bersamanya. Hingga pada akhirnya terjalin kedekatan diantara kami selama berbulan-bulan.
"Aldy.. gimana kabar kamu?" Pesan dari Putri. "Baik" jawabku sangat singkat
"Kamu baik-baik saja kan. Soalnya sudah 3 bulan ini lo kamu gk kasih kabar." Balasnya
"Aku baik-baik saja kok. Lg sibuk soalnya. Udah dulu ya." Pungkasku . Ketika aku sedang membalas pesan Putri tiba-tiba Dinda mengagetkan.
"Siapa sih ? Serius amat. Tunanganmu ya?" Tanyanya
"Haha sudah lah beb biarin aja." Jawabku
Berbulan-bulan aku menjalani kedekatan dengan Dinda hingga membuatku lupa dengan Putri yang statusnya adalah Tunanganku .
Jam menunjukkan pukul 16.00 aku masih duduk bersantai. Semua kapal dilarang untuk berlayar karena cuaca sangat buruk. Ombak bergulung- gulung tinggi. Tak ada kegiatan apapun.
" Jalan-jalan jalan yuk bosen nih beb." Ajak Dinda
"Ayo lama juga gk jalan." Kataku pertanda setuju. Setelah berkeliling kesana-kemari , beli ini beli itu akhirnya aku dan Dinda beristirahat di sebuah taman kota yang lumayan romantis lah suasananya. Aku dan Dinda bercanda tawa dengan sangat mesra.
Berbincang kesana kemari, merayu kesana kemari seolah dunia hanya milik berdua.
"Tunggu dulu ya aku mau ke toilet dulu ya." Kataku pada Dinda
"Jangan lama-lama." Balasnya
Aku langsung menuju toilet yang tak jauh dari situ.
15 menit kemudian aku keluar dan melihat Dinda sedang berbincang dengan seorang wanita berhijab yang sepertinya masih seusia kami. Etahlah karena cahaya lampu sedikit redup dan wanita itu membelakangi pandanganku jadi tidak begitu jelas.
" Siapa sayang?" Tanyaku pada Dinda
Dinda dan wanita itu berpaling ke arahku dan sontak membuatku kaget bukan main.
"Putri???" Kataku sedikit panik.
"Lho jadi kalian sudah kenal???. Putri ini Pacarku Aldy." Terang Dinda
"Jadi Dinda ini pacarmu Al?" Tanya Putri kepadaku dengan nada yang berat. Aku seolah tak mampu berkata- kata lagi melihat Putri bertanya dengan mata penuh air mata. Pandangan nya seolah penuh kekecewaan. Lalu kulihat dia berpaling dan menatap Dinda dan berkata
"Dinda Aldy pacarmu ini adalah Tunanganku juga." Kata-katanya semakin lemah
"Ohh pantas saja dia jauh lebih memilih ku, karena aku jauh lebih cantik ketimbang dirimu." Hardik Dinda pada Putri yang membuatku kaget.
"Apa maksudmu?" Tanya Putri yang tak sanggup menahan air matanya lagi
" Iya dari SMA aku gak suka sama kamu Put, semua menyanjung- nyanjungmu bahwa sampai di bangku kuliah semua tetap mengelu- elukanmu . Begini Put rasanya gak enak itu." Lanjut Dinda dengan kasarnya yang meluapkan dendamnya
" Asal kamu tau ya Din, hidup ku gak seenak apa yang kau pikirkan. Kamu gak tau bagaimana perjuangan ku hingga sampai di titik ini." Tegasnya dengan Isak tangis
" Semoga kalian bahagia." Lanjutnya dengan pandangan ke arahku lalu ia pergi meninggalkan kami.
Sewaktu mau ku kejar dia tanganku ditahan oleh Dinda. Tak ku perdulikan tahanannya dan ku hempasan tangannya lalu aku berlari mengejar Putri dengan rasa bersalah yang amat sangat disertai penyesalan yang dalam.
"Putri.." kataku sembari menyambar tangannya
" Mau apa lagi?" Tanyanya penuh kekecewaan
"Maafkan aku. Aku tak ingin kehilanganmu." Kataku
"Seharusnya kau memikirkan itu sebelumnya Al. Sekarang terserah kau. Hanya saja aku saat ini hanya ingin sendiri." Kata-katanya membuatku hancur.
Putri pun pergi dan aku diam didalam gelap dan kehancuran. Jiwaku dipenuhi kegelisahan dan penuh penyesalan.
Ini akibatnya menyentuh sesuatu yang tak seharusnya kusentuh sebelumnya.
Esoknya aku segera pulang tak perduli jadwal pelayanan, yang ku pikirkan saat ini aku tak mau kehilangan Putri. Kujelaskan semuanya dan aku memohon maaf atas khilafku. Dan pada akhirnya Putri mau memaafkan ku meski ia masih terluka.
Baca juga
Dermaga Saksi Bisu (DSB Chapter 1)
Komentar
Posting Komentar