Pasung Nyalang Duka
Aku sayatkan lagi
Serpihan ilusi mendekap pori
Aku pahatkan lagi
Pahatan berjudul argumentasi sunyi
Satu nadi dasa jari
Selaksa sepi hadirkan kembali puisi
Memainkan frasa serta persepsi
Berjelaga seperti si gaduk berambisi api
Sepatah dua patah terjarah
Anak kekata hilang arah
Pikir goyah limbung langkah
Nyawa risauku kian berdarah
Tungku altar menjadi padam
Menjaga malam enggan terdiam
Hening menggantungkan pejam
Kemudian terbungkam
Dalam satu alinea kelam
Ricuh gemuruh kian lusuh
Memberontak dengan gaduh
Keabadian semu mendikte peluh
Pada kenihilan terjebak acuh
Padaku yang perlahan luruh
Dengan jejak yang pernah tertempuh
Pada stigma bualan yang sepenuhnya utuh
Dengan rasa berkelingan rapuh
Sebidik busur nyaris melesat binasa
Tertancap jatuh tepat di ulu sukma
Meradang bergetar nyalang duka
Rebah menyanding siul kecewa
Sapu jemari menyeka miopi
Hadirkan kenang entitas memori
Miris menjabat naluri empati
Seraya terbahak seolah mengintimidasi
Mencabut roh untuk mati
Aku dan kamu
Adalah bual terpaut bayang palsu
Mengukir tulis sepasang batu
Kering di pelaminan kemarau
Meminta gulir waktu menjawab geming
Disela kembara menuju satu kata "Asing"
Dulu terbuai memenjara dinamika
Dalam satu dogma cinta
Dalam bait penggalan asa
Dalam riuh gesekan pena
Aku dan kamu
Adalah bagian rasa terpasung lara
Dengan rantai menjelma penyekapan jiwa
Pesisir Purnama, 29 Oct 2025


Komentar
Posting Komentar